Tidak lama lagi, kita akan mengikuti Pemilihan Umum tahun 2019. Segenap komponen masyarakat mulai bergerak untuk mengusung Bakal Calon (Balon) masing-masing. Hampir setiap hari, di berbagai media massa bahkan media sosial, muncul tanggapan-tanggapan terhadap perkembangan politik terkini.
Proses politik yang diikuti masyarakat dinilai sebagai salah satu bagian dari pendidikan politik bagi masyarakat. Namun kenyataannya, masih banyak masyarakat yang belum memahami bagaimana pendidikan politik itu yang sesungguhnya. Pada tulisan ini, dikemukakan sejumlah pendapat ahli tentang pendidikan politik, makna, fungsi dan perkembangannya.
Istilah pendidikan politik dalam bahasa Inggris sering disamakan dengan istilah political sosialization. Istilah political sosialization jika dikaitkan secara harfiah ke dalam bahasa Indonesia akan bermakna sosialisasi politik. Oleh karena itu dengan menggunakan istilah political sosialization banyak yang mensinonimkan istilah pendidikan politik dengan istilah sosialisasi politik, karena keduanya memiliki makna yang hampir sama. Dengan kata lain, sosialisasi politik adalah pendidikan politik dalam arti sempit.
Menurut Ramlan Surbakti, dalam memberikan pengertian tentang pendidikan politik harus dijelaskan terlebih dahulu mengenai sosialisasi politik. Surbakti (1999) berpendapat bahwa : Sosialisasi politik dibagi dua yaitu pendidikan politik dan indoktrinasi politik. Pendidikan politik merupakan suatu proses diantara pemberi dan penerima pesan. Melalui proses ini, para anggota masyarakat mengenal dan mempelajari nilai-nilai, norma-norma, dan simbol-simbol politik negaranya dari berbagai pihak dalam sistem politik seperti sekolah, pemerintah, dan partai politik.
Kartaprawira (2004) mengartikan pendidikan politik sebagai "upaya untuk meningkatkan pengetahuan politik rakyat dan agar mereka dapat berpartisipasi secara maksimal dalam system politiknya." Berdasarkan pendapat Rusadi Kartaprawira tersebut, maka pendidikan politik perlu dilaksanakan secara berkesinambungan agar masyarakat dapat terus meningkatkan pemahamannya terhadap dunia politik yang selalu mengalami perkembangan. Pembelajaran pendidikan politik yang berkesinambungan diperlukan mengingat masalah-masalah di bidang politik sangat kompleks, bersegi banyak, dan berubah-ubah.
Buchori (2001) mengemukakan bahwa terdapat beberapa pemikiran yang mendukung mulai berkembangnya kesadaran masyarakat terhadap hubungan antara pendidikan dan politik yaitu: Pertama, adanya kesadaran tentang hubungan yang erat antara pendidikan dan politik. Kedua, adanya kesadaran akan peran panting pendidikan dalam menentukan gerak dan arah kehidupan politik. Ketiga, adanya kesadaran akan pentingnya pemahaman tentang hubungan antara pendidikan dan politik. Keempat, diperlukan pemahaman yang lebih luas tentang politik. Kelima, pentingnya pendidikan kewarganegaraan (civic education).
Sementara itu, pendidikan politik yang dikemukakan oleh Alfian (1986) dalam bukunya Pemikiran dan Perubahan Politik Indonesia, sebagai berikut: "Pendidikan politik dapat diartikan sebagai usaha yang sadar untuk mengubah proses sosialisasi politik masyarakat sehingga mereka memahami dan menghayati betul nilai-nilai yang terkandung dalam suatu system politik yang ideal yang hendak dibangun".
Sedangkan yang dimaksud dengan pendidikan politik menuxut lnstruksi Presiden No. 12 tahun 1982 tentang Pola Pembinaan dan Pengembangan Pendidikan Politik Generasi muda adalah sebagai berikut: "Pendidikan politik menipakan rangkaian usaha untuk meningkatkan dan memantapkan kesadaran politik dan kenegaraan guna menunjang kelestarian Pancasila dan UUD 1945 sebagai budaya politik bangsa.
Pendidikan politik juga harus merupakan bagian proses perubahan kehidupan politik bangsa Indonesia yang sedang dilakukan dewasa ini dalam rangka usaha menciptakan suatu sistem politik yang benar-benar demokratis, stabil, efektif,dan efisien". Dengan demikian pendidikan politik adalah proses penanaman nilai—nilai dan norma-norma dasar dari ideologi suatu negara yang dilakukan dengan sadar, terorganisir, terencana dan berlangsung kontinyu dari satu generasi kepada generasi berikutnya dalam rangka membangun watak bangsa (national character building). Nilai-nilai yang dimaksud adalah nilai—nilai Pancasila, tiada lain merupakan cerminan hati nurani dan sifat khas karaktonstik bangsa, bukanlah nilai-nilai yang secara hakiki lahir pada saat kemerdekaan, melainkan telah tumbuh dan berkembang melalui proses sejarah yang panjang. Nilai ini berasal dari kodrat budaya dan menjadi milik soluruh rakyat. Hal ini tercermin dalam watak, kepribadian, sikap, dan tingkah laku bangsa.
Pendidikan politik berfungsi untuk memberikan isi dan arah serta pengertian kepada proses penghayatan nilai-nilai yang sedang berlangsung. Ini berarti bahwa pendidikan politik menekankan kepada usaha pemahaman tentang nilai-nilai yang etis normatis yaitu dengan menanamkan nilai-nilai dan norma-norma yang merupakan landasan dan motivasi bangsa Indonesia serta dasar untuk membina dan mengembangkan diri guna ikut serta berpartisipasi dalam kehidupan pembangunan bangsa dan negara.
Almond dan Coleman, seperti dikutip oleh Rusadi Kantaprawira (1977:56) menulis soal fungsi pendidikan politik dalam struktur politik, bahwa “yang ada dalam setiap sistem politik adalah metode-metode perekrutan dan latihan politik yang menyebabkan kita bertanya, bagaimanakah rakyat direkrut dan dimasyarakatkan ke arah peranan-peranan dan orientasi-orientasi politik dalam sistem politik yang berbeda-beda? Atau fungsi perekrutan dan sosialisasi.”
Sementara itu, menurut Mansour Fakih (1999:5), pendidikan politik adalah setiap usaha untuk melahirkan kesadaran kritis bagi penghormatan atas hak asasi manu-sia, termasuk hak perempuan, hak anak-anak, hak kultural dan politik kaum mino-ritas, hak-hak penyandang cacat, dan hak asasi manusia lainnya. Ia juga menye- butkan bahwa terdapat korelasi antara sikap penghormatan atas hak asasi manusia dan sistem politik yang demokratis. Pendidikan kritis akan mendorong lingkungan sistem politik yang demokratis yang akan melahirkan masyarakat yang menghar-gai HAM, namun masyarakat yang demokratis sulit diwujudkan oleh model pendidikan yang otoriter-totaliter yang merendahkan HAM.
Sosialisasi politik adalah proses pembentukan sikap dan orientasi politik para anggota masyarakat. Melalui proses sosialisasi politik inilah para anggota masyarakat memperoleh sikap dan orientasi terhadap kehidupan politik yang berlangsung dalam masyarakat. David Easton dan Jack Dennis (Suwarma Al Muchtar, 2000:39) dalam bukunya Children in the Political Systemmemberikan batasan mengenai political sosialization yaitu bahwa "Political sosialization is development process which persons acquire arientation and paternsof behaviour”. Sedangkan Fred I. Greenstain (Suwarma Al Ntuchtar, 2000:39) dalam bukunyaPolitical Socialization berpendapat bahwa:
Political sosialization is all political learning formal and informal, delibrete and unplanne, at every stage of the life cycle inchiding not only explicit political tearning but also nominally nonpolitical learning of political lie relevant social attitudes and the acquistion of politically relevant personality characteristics.
Kedua pendapat di atas mengungkapkan bahwa pendidikan politik adalah suatu bentuk pendidikan yang dijalankan secara terencana dan disengaja baik dalam bentuk formal maupun informal yang mencoha untuk mengajarkan kepada setiap individu agar sikap dan perbuatannya dapat sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku secara sosial. Dalam hal ini dapat terlihat bahwa pendidikan politik tidak hanya mempelajari sikap dan tingkah laku individu. Namun pendidikan politik mencoba untuk mengaitkan sikap dan tingkah laku individu tersebut dengan stabilitas dan eksistensi sistem politik.
Kartini Kartono (1990:vii) memberikan pendapatnya tentang hubungan antara pendidikan dengan politik yaitu "pendidikan dilihat sebagai faktor politik dan kekuatan politik. Sebabnya, pendidikan dan sekolah pada hakekatnya juga merupakan pencerminan dari kekuatan-kekuatan sosial-politik yang tengah berkuasa, dan merupakan refleksi dari orde penguasa yang ada".
Berdasarkan pendapat di atas, dapat kita ketahui bahwa pendidikan dan politik adalah dua unsur yang saling mempengaruhi. Pengembangan sistem pendidikan harus selalu berada dalam kerangka sistem politik yang sedang dijalankan oleh pemerintahan masa itu. Oleh karena itu segala permasalahan yang terjadi di dunia pendidikan akan berubah menjadi permasalahan politik pada saat pemerintah dilibatkan untuk memecahkannya.
Pengertian dari pendidikan politik yang lebih spesifik dapat diambil dari pendapatnya Alfian (1981:235) yang mengatakan bahwa "pendidikan politik dapat diartikan sebagai usaha yang sadar untuk mengubah proses sosialisasi politik masyarakat sehingga mereka rnemahami dan menghayati betul nilai-nilai yang terkandung dalam sistem politik yang ideal yang hendak dibangun".
Dari dua definisi yang tertera di atas, dapat kita ambil dua tujuan utama yang dimiliki oleh pendidikan politik. Pertama, dengan adanya pendidikan politik diharapkan setiap individu dapat mengenal dan memahami nilai-nilai ideal yang terkandung dalam sistem politik yang sedang diterapkan. Kedua, bahwa dengan adanya pendidikan politik setiap individu tidak hanya sekedar tahu saja tapi juga lebih jauh dapat menjadi seorang warga negara yang memiliki kesadaran politik untuk mampu mengemban tanggung jawab yang ditunjukkan dengan adanya perubahan sikap dan peningkatan kadar partisipasi dalam dunia politik.
PENTINGNYA PENDIDIKAN POLITIK UNTUK MENCIPTAKAN DEMOKRASI YANG BERKUALITAS
Sekarang ini keadaan politik pasca pemilukada di beberapa daerah Indonesia tidak seperti yang diinginkan. Banyak rakyat beranggapan bahwa pemilukada di Indonesia adalah sesuatu yang hanya mementingkan dan merebut kekuasaan dengan menghalalkan segala cara. kepemimpinan daerah yang dihasilkan dari pemilukada belum mampu mensejahterakan masyarakatnya . Hal ini ditunjukkan oleh sebagian rakyat yang mengeluh, karena hidup mereka belum dapat disejahterakan. Pandangan masyarakat terhadap politik itu sendiri menjadi buruk, dikarenakan pemimpin daerah yang terpilih tidak menjalankan kewajibannya sebagai pemimpin daerah yang diharapkan dengan baik. bagi mereka politik hanyalah sesuatu yang buruk dalam mencapai kekuasaan.
Pemilihan umum pada tahun 2019 nanti, cenderung terjadi penyelewengan berupa money politic. Hal tersebut, dikatakan salah satu narasumber dalam acara seminar yang diselenggarakan KPU, yakni, Refli Harun dari Centre For Electoral Reform. Menurutnya, permasalahan yang sering dialami oleh para calon Kepala Daerah, tidak jauh dengan money politic dan mafia hukum. Sehingga, banyak para calon kepala daerah menyalahi aturan.
kampanye masih berkutat pada seputaran upaya membangun menara popularitas. Sehingga pola dan kemasan kampanye menjadi karikatif, bombastis (lepas dari dimensi pendidikan politik sebagai investasi berharga berdemokrasi), menjadi modus utama menarik perhatian dan meraup suara dibandingkan menjadi pembuatan kesepakatan antara yang akan berkuasa dengan yang akan dikuasai.
Lemahnya aspek substansial dari pola, isi, dan model kampanye pada Pemilukada, menyebabkan kekentalan nuansa pertarungan antar pasangan calon bukan terletak pada kompetisi kualitas problem solving bagi masyarakat. Tetapi lebih bergeser pada nuansa pertarungan premanisme politik, seperti saling rusak media kampanye, besar-besaran, dan banyak-banyakan baliho, spanduk, dan lain-lain. Ditambah dengan upaya saling jegal untuk mendapatkan tempat strategis kampanye yang melibatkan massa dan berlomba mendatangkan jumlah pendukung dalam satu lapangan terbuka, di samping konvoi yang seringkali menunjukkan keberingasan massa kampanye di jalan.
Masalah mengenai perpolitikan yang berhubung dengan kepemiluan sangat kompleks sehingga masyarkat dituntuk untuk memiliki pengetahuan yang lebih tentang masalah politik. Pemerintah mempunyai kewajiban dalam mencerdaskan rakyatnya dan Partai Politik seperti yang diatur dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Partai politik Bahwa Partai Politik mempunyai kewajiban untuk melakukan kegiatan pendidikan Politik kepada Masyarakat.
Pendidikan politik adalah aktifitas yang bertujuan untuk membentuk dan menumbuhkan orientasi-orientasi poltik pada individu. Ia meliputi keyakinan konsep yang memiliki muatan politis, meliputi juga loyalitas dan perasaan politik, serta pengetahuan dan wawasan politik yang menyebabkan seseorang memiliki kesadaran terhadap persoalan politik dan sikap politik. Disamping itu, ia bertujuan agar setiap individu mampu memberikan partisipasi politik yang aktif di masyarakatnya.
Pendidikan politik merupakan aktifitas yang terus berlanjut sepanjang hidup manusia dan itu tidak mungkin terwujud secara utuh kecuali dalam sebuah masyarakat yang bebas.Dengan demikian pendidikan politik memiliki tiga tujuan : membentuk kepribadian politik, kesadara politik, dan parsisipasi politik. Pembentukan kepribadian politik dilakukan melalui metode tak langsung, yaitu pelatihan dan sosialisasi, serta metode langsung berupa pengajaran politik dan sejenisnya. Untuk menumbuhkan kesadaran politik ditempuh dua metode : dialog dan pengajaran instruktif. Adapun partisispasi politik, ia terwujud dengan keikutsertaaan individu-individu – secara sukarela—dalam kehidupan politik masyarakatnya.
Pendidikan politik dalam masyarakat manapun mempunyai institusi dan perangkat yang menopangnya. Yang paling mendasar adalah keluarga, sekolah, partai-partai politik dan berbagai macam media penerangan. Pendidikan politik juga memiliki dasar dasar ideologis, sosisal dan politik . bertolak dari situlah tujuan-tujuannya dirumuskan.
Jika yang dimaksud dengan “Pendidikan” adalah proses menumbuhkan sisi-sisi kepribadian manusia secara seimbang dan integral, maka “Pendidikan Politik” dapat dikategorikan sebagai dimensi pendidikan, dalam konteks bahwa manusia adalah makhluk politik . sebagaimana halnya bahwa pendidikan mempunyai fungsi-fungsi pemikiran moral, dan ekonomi, maka pendidikan politik juga mempunyai fungsi politik yang akan direalisasikan oleh lembaga-lembaga pendidikan.
Pendidikan politik itulah yang akan menyiapkan anak bangsa untuk mengeluti persoalan social dalam medan kehidupan dalam bentuk atensi dan partisipasi, menyiapkan mereka untuk mengemban tanggung jawab dan memberi kesempatan yang mungkin mereka bisa menunaikan hak dan kewajibannya. Hal itu menuntut pendidikan anak bangsa untuk menggeluti berbagai persoalan sosial dalam medan kehidupan mereka dalam bentuk atensi dan partisipasinya secara politik, sehingga mereka paham terhadap ideology politik yang dianutnnya untuk kemudian membelanya dan dengannya mereka wujudkan cita-cita diri dan bangsanya.
Pendidikan politik inilah yang mentransfer nilai-nilai dan ideology politik dari generasi ke generasi, dimulai dari usia dini dan terus berlan jut sepanjang hayat. Pendidikan politik merupakan kebutuhan darurat bagi masyarakat, karena berbagai factor yang saling mempengaruhi, dengan demikian pendidikan politiklah yang dapat membentuk perasaan sebagai warga Negara yang benar , membangun individu dengan sifat-sifat yang seharusnya, lalu mengkristalkannya sehingga menjadi nasionalisme yang sebenarnya. Ialah yang akan menumbuhkan perasaan untuk senantiasa barafiliasi, bertanggung jawab dan berbangga akan jati diri bangsa. Tuntunan ini demikian mendesak dan sangat dibutuhkan oleh masyarakat kita, mengingat bahwa penumbuhan perasaan seperti itu menjadikan seorang warga Negara serius mengetahui hak dan kewajibannya, serta berusaha memahami berbagai problematika masyarakat.
Manfaat dari pendidikan politik adalah pemberdayaan masyarakat di bidang politik.maksud dari pemberdayaan di bidang politik adalah membantu masyarakat memperoleh daya untuk mengambil keputusan dan mementukan tindakan yang akan ia lakukan yang terkait dengan diri mereka, termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan. Hal ini dilakukan melakukan peningkatan kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang ia miliiki.
Dengan pendidikan politik yang optimal maka akan menciptakan warga negara yang mengetahui hak dan kewajibannya dan menyadari bahwa hak dipilih dan memilih merupakan hak yang melekat pada dirinya. Dan juga menciptakan para pemilih yang rasional yang sesuai dengan pemikirannya serta menjauhkan pemilu dari politik uang karena para pemilih telah pandai dan menyadari bahwa uang tidak dapat membeli hak suaranya. Pemilih tidak lagi memilih secara emosional ataupun subjektif,tetapi lebih kepada program-program yang akan dilakukan untuk mensejahterakan masyarakat. Sehingga dengan ini diharapkan suara-suara dalam pemilu lebih berkualitas tidak suara yang apatis ataupun suara yang asal memilih.
Apapun bentuk pendidikan politik yang akan digunakan dan semua bentuk yang disuguhkan di atas sesungguhnya tidak menjadi persoalan. Aspek yang terpenting adalah bahwa bentuk pendidikan politik tersebut mampu untuk memobilisasi simbol-simbol nasional sehingga pendidikan politik mampu menuju pada arah yang tepat yaitu meningkatkan daya pikir dan daya tanggap rakyat terhadap masalah politik. Selain itu, bentuk pendidikan politik yang dipilih harus mampu meningkatkan rasa keterikatan diri (senseof belonging) yang tinggi terhadap tanah air, bangsa dan negara.
Sumber: Pihak ketiga yang berkompeten
0 komentar